Senin, 17 Januari 2011

Profil Kabupaten Musi Banyuasin

I. Sejarah Kabupaten Musi Banyuasin
Menurut sejarahnya, pembentukan Kabupaten Musi Banyuasin terbagi dalam tiga periode yang saling berkaitan satu sama lain.
A. Periode 1945 - 1950
Setelah diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintahan awal mulai melakukan penataan dan penyesuaian sistem penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan darisistem otokrasi dan birokrasi warisan kolonial ke sistem demokrasi. Namun usaha ini menjadi tersendat-sendat dikarenakan pemerintah lebih berkonsentrasi menghadapi Agresi Militer Belanda I yang ingin menjajah kembali lndonesia. Untuk menghadapi ancaman Belanda dan sekutu-sekutunya, pemerintah dalam hal ini Panitia Persiapan Kemerdekaan lndonesia (PPKI) yang dibentuk tanggal 22 Agustus 1945, mengintruksikan kepada KNI Daerah untuk membentuk Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Pada awal kemerdekaan, Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari dua kewedanaan yang berada di bawah keresidenan Palembang. Yaitu Kewedanaan Musi Ilir yang berkedudukan di Sekayu dan Kewedanaan Banyuasin yang berkedudukan di Talang Betutu. Oleh karena itu seiring terbentuknya BKR Palembang maka pada tanggal 27 September 1945 dibentuklah BKR Musi Banyuasin yang berkedudukan di Sekayu. Badan Keamanan Rakyat (BKR) Musi Banyuasin dipimpin oleh Kapten Usman Bakar dan didampingi dua wakil pimpinan, yaitu A. Munandar Wasyik (Wakil Pimpinan I), serta Nawawi Gaffar dan A.Kosim Dahayat (Wakil Pimpinan II).
Ditengah-tengah kancah revolusi mempertahankan kemerdekaan melawan agresi Belanda, pada tanggal 10 Juli 1948 diterbitkan Undang Undang Nomer 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.  Undang Undang ini berisikan antara lain membagi tingkatan Badan-Badan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Propinsi, Kabupaten, dan atau Kota Besar. Tingkatan yang lebih bawah lagi belum dapat ditentukan karena nama-namanya ditiap daerah Ikota besar berbeda-beda. Namun Pasal 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 menyebutkan bahwa Republik lndonesia dibagi dalam tiga tingkatan yaitu Propinsi, Kabupaten dan Desa/Kota Kecil, Negeri, Marga, dan lain-lain yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Adanya beberapa wilayah yang berhasil dikuasai Belanda kembali, menyebabkan adanya perubahan sistem pemerintahan. Pada tanggal 30 Agustus 1948 Belanda menyetujui dan memberikan hak kepada Dewan untuk membentuk suatu lembaga dengan satu kabinet yang bertanggung jawab pada seorang presiden. Presiden yang mempunyai kuasa perundang-undangan yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian melantik Abdul Malik sebagai Wali Negara Sumatera Selatan untuk masa empat tahun, sedangkan DPR-nya dilantik oleh Regening Comisoris Besture Aongelegenheden (Recomba) pada bulan April 1948. Negara Sumatera Selatan dibentuk dengan alasan seobagai embrio salah satu anggota Negara Republik lndonesia Serikat (RIS) yang akan datang. Pembentukan Negara Sumatera Selatan inilah yang menyebabkan dikeluarkannya Marga Panukal Abab dari Musi Banyuasin. Selanjutnya tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RIS. Tindakan DPR Negara Sumatera Selatan ini mempengaruhi negara bagian lain bentukan Belanda untuk menyerahkan kekuasaaannya kepada RIS. Perlu diketahui Negara Sumatera Selatan, yang bentukan Belanda, sejak didirikan hingga menyerahkan kekuasaan kepada RIS tidak berfungsi karena ditentang rakyat. Namun sebaliknya Pemerintahan Republik masih tetap dihormati dan ditaati rakyat. Hal ini ditandai masih terus diperjuangkannya perlawanan terhadap Agresi Belanda I.
Begitu pula staf Pemerintah Daerah Sumatera Selatan, bentukan Republik, selalu mendapat tekanan dari Belanda. Untuk menghindari tekanan tersebut dan demi kelancaran pemerintahan maka dr. M. Isa yong menjabat Gubernur Muda Sumatera Selatan, mengungsi dari Palembang melalui Sungai Musi dengan menggunakan kapal roda lambung menuju Lubuk Linggau pada tanggal 23 September 1947, selanjutnya menetap di Curup sebagai pusat pemerintahan Sumatera Selatan.
Selanjutnya berdasarkan perjanjian Renville, diadakan pertemuan antara pihak Republik dengan Belanda yang bertempat di Lahat. Pada pertemuan tersebut ditetapkan garis statisko Daerah Musi Banyuasin yang hanya mencakup sebagian Kewedanaan Musi Ilir di bagian utara yang meliputi Marga Lawang Wetan, Marga Babat, Marga Sanga Desa, Marga Pinggap, dan Marga Tanah Abang.  

B. Periode 1950-1957
Sejak terbentuknya Republik lndonesia Serikat (RIS). pada 18 Maret 1950 dibubarkan Negara Sumatera Selatan dan disahkan sebagai Negara Serikat oleh RIS pada 25 Maret 1950 yang kemudian disusul penetapan Daerah Istimewa Bangka Belitung pada 22 April 1950. Sejak saat itu susunan pemerintah di Sumatera Selatan terdiri dari Keresidenan, Kabupaten, dan Kewedanaan. Untuk Keresidenan Palembang terdiri dari 6 Kabupaten dengan 14 Kewedanaan. Susunan tingkat pemerintahan dan status Pemerintahan Otonomi tersebut masih tetap mengacu pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 meskipun Undang Undang RIS yang diberlakukan.
Selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1950 sebagai pengganti Undang Undang. Sebagai realisasi dari PP Nomor 3 Tahun 1950 ini, Badan Pekerja yang semula hanya membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sumatera Selatan dan DPRS yang memiliki sendiri ketuo dan wakil ketuanya. Namun PP Nomor 3 Tahun 1950 belum dapatdiloksanakan sebagai mana mestinya. Oleh karena itu Kepala Daerah bersama-sama Badan Pekerja masih tetap menjalankan segala tugasnya yang semula menjadi tanggung jawab Gubernur atau Bupati.
Masih dalam rangka penataan pemerintahan di daerah, diterbitkan pula PP Nomor 39 Tahun 1950 yang menetapkan Propinsi Sumatera Selatan (termasuk lampung dan Bengkulu) dibagi atas 14 (empat belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota Besar Palembang, serta 1 (satu) calon Kota Besar Tanjung Karang atau Teluk Betung. Sebagai pelaksanaannya terlebih dahulu dibentuk dewan-dewan kabupaten yang baru terbentuk 4 (empat) dewan kabupaten, yaitu tiga di lampung dan satu di Bengkulu. Selanjutnya PP Nomor 39 Tahun 1950 tersebut dibekukan sebagai akibat mosi dari Hadi Kusumo. Sehingga dengan demikian pembentukan Dewan Kabupaten dan sekaligus Kabupaten Musi Banyuasin tertunda hingga tahun 1954.
Berhubung pembentukan kabupaten terus semakin mendesak, dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Mendagri) Nomor 2 Tahun 1951 dan dengan alasan demi kemajuan demokrasi dan revolusi makapara pemuka masyarakat, kalangan DPR dan Gubernur mengadakan musyawarah yang hasilnya dituangkan dalam Surat Keputusan Nomor 53 Tahun 1954, yang antara lain menetapkan agar segera menata Pemerintahan Marga yang maksudnya agar pemerintahan marga ini menjadi sendi dasar yang kokoh dari pemerintahan atasan dengan menggunakan hak otonomi menurut hukum asli. Hal ini memudahkan penyesuaian diri dengan pembentukan otonomi daerah sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang sedang ditinjau kembali.
Ide untuk menata Pemerintah Marga sebagai daerah otonomi yang berhak mengurus diri sendiri itu, kelihatannya mendapat pengakuan Kolonial Belanda yang ditandai dengan dikeluarkannya Indis Gemente Ordonanti Buitinguresten (IGOB) Stl 1938 Nomor 490 yang mengatur keuangan Pemerintahan Marga. Berhubung penataan pemerintahan Marga sebagai daerah yang paling rendah menampakkan hasil yang positif, karena disamping dapat mengatur diri sendiri juga ditaati rakyat sehingga pemerintah marga terkesan lebih efektif dan dihormati oleh rakyat. Sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 diberlakukan kembali, diadakan pembentukan desa percobaan sebagai pilot proyek daerah otonom yang lebih kecil, yaitu Desa Rantau Bayur pada tahun 1953.
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan pembentukan kabupaten otonom, sementara menunggu ketentuan lebih lanjut SK Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor 2 Tahun 1951 tanggal 25 Febuari 1951, Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera mengeluarkan Surat Instruksi Kebijasanaan Nomor: GB.30/ 1/1951 dan Surat Gubernur tanggal 10 Juli 1951 Nomor: D.P /9/ 1951 tentang persyaratan dan kriteria Pembentukan Kabupaten Daerah Otonom.
Sebagai realisasi kedua surat tersebut, Panitia Pembentukan Kabupaten Otonom (PPKO) mulai melaksanakan tugasnya. Sebagai dasar pembentukan kabupaten adalah wilayah kewedanaan dengan tolok ukur sebagai berikut:
a.    Penduduk yang berjumlah sekitar 300.000 jiwa,
b.    Daerah pertanian bahan makanan (beras) dan hasil bumi ekspor,
c.    Pusat-pusat perdagangan atau pelabuhan untuk ekspor-impor,
d.    Perhubungan yang sederhana baik jalan darat maupun air, dan
e.    Hubungan sejarah dan pertalian darah antara rakyat setempat.
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka dibentuklah Kabupaten Musi lIir-Banyuasin yang merupakan gabungan dari Kewedanaan Musi llir dan Kewedanaan Banyuasin yang dimasukkan dalam lingkup Kabupaten Palembang llir, Selain itu terdapat dua kewedanaan lain yang masuk lingkup Kabupaten Palembang llir, yaitu Kewedanaan Lematang/Ogan Tengah dan Rawas. Akan tetapi hasil kerja PPKO dan DPD Propinsi Sumatera Selatan tidak berlanjut, sehingga kewedanaan masih berfungsi sampai dikeluarkannya Undang Undang Nomor: 26 Tahun 1959. Dengan Undang Undang baru ini, terbentuklah Kabupaten-kabupaten dan Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan, yang terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) kotamadya, termasuk diantaranya Kabupaten Musi Ilir Banyuasin dengan jumlah penduduk 463.803 jiwa, yang ibukotanya Sekayu.

C. Periode 1957-1965  
Pelantikan Anggota DPRD Muba 5 Juni 1958 Sebagai titik tolak kegiatan reformasi dan rekontruksi dibidang pemerintahan periode 1957-1965, adalah hasil Pemilihan Umum (Pemilu) yang pertama tahun 1955. Pelaksanaan Pemilu ini diharapkan mampu memperkokoh struktur politik disamping sebagai landasan dasar untuk melakukan penataan bidang pemerintahan sebagai peralihan dari sistem otokrasi birokrasi kepada sistem demokrasi yang berkedaulatan dan otonom.
Bagi Daerah Musi Banyuasin, sebelum terbentuknya kabupaten tidak dapat berbuat banyak untuk melaksanakan Perundang-undangan tersebut. Baru setelah terbentuk Kabupaten Musi lIir-Banyuasin pada tanggal 28 September 1956, berhasil melaksanakan tugas dengan terpilihnya R.Ahmad Abusamah sebagai Kepala Daerah, Zainal Abidin Nuh sebagai Bupati, dan Ki.H.Mursal dari Partai Masyumi sebagai Ketua DPR. Kemudian diperkokoh dengan Undang Undang Nomor:28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II dan Kot Praja di Sumatera Selatan.
Gagalnya Dewan Konstituante membentuk Undang Undang Pengganti UUD Sementara RIS, mengakibatkan dikeluarkanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang isinya antara lain membubarkan Dewan Konstituante, dan memberlakukan kembali UUD 1945, dan menyatakan UUD Sementara RIS tidak berlaku lagi. Sebagai tindak lanjut peristiwa ini, semua produk hukum yang bersumber pada UUD Sementara RIS diadakan penyesuaian kembali, bahkan ada yang diganti dengan produk hukum yang bersumber pada UUD 1945.  Sementara menunggu ketetapan lebih lanjut, demi kelangsungan roda pemerintahan di daerah maka dikeluarkan penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tanggal 7 Nopember 1959 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada Bab I Pasal l penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 ini disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu setelah penyesuaian penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, kedudukan Kepala Daerah masih tetop dijabat R. Ahmad Abusamah, dan Sekretaris Daerah dijabat Abul Korry (Abdul Korry Marajib). Kemudian dikeluarkan pula penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDGR). Dengan maksud penetapan Presiden tersebut Ketua DPRDGR ditetapkan Ki.H. Oemar Mustafah dari Partai Nahdatul Ulama (NU) dan untuk Bupati Kepada Daerah dicalonkan 2 (dua) orang, yaitu Usman Bakar, calon dari Veteran Angkatan 45, dan R. Ahmad Abusamah dari Partai Nasional lndonesio IPNII. Dari hasil pemilihan ini terpilihlah Usman Bakar sebagai Kepala Daerah yang dilantik pada tahun 1961 bertempat di Balai Pertemuan Sekanak Palembang oleh Gubernur Propinsi Sumatera Selatam Kol.Pol. Ahmad Bastari.
Sesuai dengan isi Bab II Pasal 14 Ayat 1, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, bahwa Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan alat Pemerintah Daerah. Dengan demikian Kepala Daerah diubah menjadi Bupati Kepala Daerah yang dalam hal ini adalah Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Musi Banyuasin, disingkat dengan Daswati II Musi Banyuasin. Karena itu, Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah pada waktu serah terima, menerima dua jabatan yaitu sebagai Bupati serah terima dengan Bupati Zainal Abidin Nuh dan sebagai Kepala Daerah serah terima dengan R. Ahmad Abusamah. 
Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya, dibentuklah Badan Pemerintah Harian (BPH). Namun saat itu pembentukan BPH masih belum memungkinkan maka Bupati Kepala Daerah masih dibantu Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Pada saat dilantiknya Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin, seluruh kantor pemerintahan masih berada di Kota Praja Palembang, kecuali Kantor Pekerjaan Umum dan Kesehatan yang telah berada di Sekayu. Hal ini disebabkan pada waktu pembentukan kabupetn otonom oleh PPKO, Kabupaten otonom Musi Banyuasin tergabung dalam Kabupaten Palembang Ilir di bawah Keresidenan Palembang. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor: Des.52/2/37-34 tanggal 1 April 1963 secara resmi ditetapkan Sekayu sebagai Ibukota Kabupaten Daswati II Musi Banyuasin.
Kemudian masa jabatan Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin (Usman Bakar) berakhir. Sementara menunggu pemilihan Bupati, ditunjuk M. Sohan sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin yang ditugaskan melaksanakan pemerintahan disamping melaksanakan pemilihan Bupati. Pada saat pemilihan terdapat 3 (tiga) orang calon yang dlpllih, yaitu Abdullah Awam dari ABRI/TNI AD, M.Suhud Umar dari Polri, dan Arbain dari Partai Sarikat lslam lndonesia (PSII). Dari pemilihan tersebut terpilihlah Abdullah Awam yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP.14/11/39-1992 tanggal 18 Desember 1965. Pada saat pemilihan Bupati Abdullah Awam, Ketua DPRD-GR masih dijabat Ki.H.Umar Mustofah dan kemudian pada masa jabatan Bupati yang sama, digantikan oleh Abusamah Sahamid dari PSII. Setelah itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: Pemda.7 /2/25/82 tanggal 3 Maret 1971 Bupati Abdullah Awam mengakhiri masa jabatannya yang kemudian digantikan oleh Syaibani Azwari periode 1971-1976 dengan Ketua DPRD-GR Abdullah Suin.
Selanjutnya masih dalam rangka penertiban struktur Pemerintah Daerah, diterbitkan Undang Undang Nomor: 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah. Dan sejak dikeluarkannya Undang Undang ini penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin tertib dan efektif. Hal ini dikarenakan Undang Undang tersebut lebih menyentuh kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dengan adanya azas Dekonsentrasi dan Desentralisasi serta azas Pembantuan. Dengan demikian kedudukan menjadi Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah dan sebagai alat Pemerintah Pusat di daerah semakin jelas, sehingga Bupati sebagai penguasa tunggal di daerah merupakan salah satu sarana koordinasi yang paling tepat untuk menyentuh persepsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, dilaksanakan pemilihan Bupati Kepala Daerah selama 5 tahun sekali demikian juga dengan pemilihan Ketua dan Wakil Wakil Ketua DPRD setiap usai Pemilu. Pelaksanaan UU tersebut mulai berjalan mantap sejak periode Bupati Kepala Daerah dijabat H.Amir Hamzah sampai dengan terpilihnya H. Nazom Nurhawi.
Adapun urutan Bupati Kepala Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut:
  1. H. Amir Hamzah, Letkol Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor:Pem.7 /5/13-220 tanggal 14 Juni 1976. Sebagai pengganti Bupati Syaibani Azwari dan sebagai Ketua DPRD adalah Rozali Harom. Selanjutnya Bupati Amir Hamzah terpilih kembali untuk kedua kalinya untuk periode 1981-1986.
  2. Sulistijono, Letkol Kavaleri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.26-83 tanggal 3 Juni 1986, periode 1986-1991,dan sebagai Ketua DPRD masih dijabat Rozali Harom
  3. Arifin Djalil, Kolonel Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.16488 tanggal 1 Juni 1991 periode 1991-1996, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Alirudin SH.
  4. Nazom Nurhawi, Kolonel CHB, dengan SK Mendagri Nomor: 13.26-404 tanggal 4 Juni 1996, periode 1996-2001, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Dr. Zainal Ansori dari Golongan Karya.
Pada tahun 1999 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian pada tahun 2004 terjadi perubahan atas Undang-Undang tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada masa otonomi daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang 32 tahun 2004, telah dilaksanakan 2 kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih yaitu :
  1. H. Alex Noerdin dan Mat Syuroh, periode 2001-2006, dilantik pada tanggal 31 Desember 2001.  Bupati dan Wakil Bupati dilantik berdasarkan SK Mendagri Nomor 131.26.491 dan 131.26.492 tahun 2001 tanggal 26 Desember 2001 dan sebagai Ketua DPRD dijabat Letkol (CPL) Lili Achmadi.
  2. H. Alex Noerdin dan H. Pahri Azhari, periode 2007-2012, dilantik pada tanggal 16 Januari 2007, berdasrkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2006 tentang pengesaha, pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Musi Banyuasin.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Musi Banyuasin untuk periode 2007-2012 untuk pertama kali di Kab. Musi Banyuasin dipilih langsung oleh masyarakat yang sudah memiliki hak pilih sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2005.
Pelaksanaan Pilkada langsung di Kab. Musi Banyuasin berjalan dengan tertib dan sukses dan diharapkan menjadi contoh untuk pelaksanaan pilkada langsung bagi daerah-daerah yangakan melaksanakan pilkada langsung.
Berdasarkan hasil kesepakatan anggota DPRD Muba, terpilih H. Sulgani Pakuali, S.IP sebagai ketua DPRD Kab. Musi Banyuasin periode 2004-2009 yang dilantik pada tanggal 27 Oktober 2004.

II. Letak  Geografis

Letak Geografis

Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas wilayah 14.265,96 km2 atau sekitar 15 % dari luas propinsi Sumatera Selatan terletak di antara 1,3o sampai dengan 4o Lintang Selatan dan 103o sampai dengan 105o40’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebagai berikut :
•    Sebelah Utara berbatasan dengan propinsi Jambi
•    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim
•    Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas
•    Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari 11 Kecamatan dan 218 Desa/kelurahan.

Topografi
Dari segi topografi Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari bermacam-macam jenis topografi. Di sebelah Timur Kecamatan Sungai Lilin, sebelah Barat Kecamatan Bayung Lencir dan di daerah pinggiran Sungai Musi sampai ke Kecamatan Babat Toman tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan dipengaruhi oleh pasang surut. Sedangkan di daerah lainnya tanahnya terdiri dari tanah dataran tinggi dan berbukit dengan ketinggian antara 20 sampai dengan 140 m di atas permukaan laut.
Hidrologi dan Klimatologi
Kabupaten Musi Banyuasin memiliki iklim tropis dan basah dengan curah hujan bervariasi antara 26,5 sampai 251 mm sepanjang tahun 2006. Curah hujan paling banyak pada bulan April 2006 dan hari hujan paling banyak pada bulan Januari 2006.
Dilihat dari segi hidrologi, Kabupaten Musi Banyuasin merupakan daerah rawa dengan sungai besar dan kecil yang cukup banyak. Kondisi ini berguna bagi kegiatan irigasi/pengairan pertanian sehingga pencetakan sawah baru dapat mempertimbangkan keberadaan sungai-sungai tersebut. Sedangkan guna memenuhi keperluan penduduk dalam hal pemenuhan air bersih, keberadaan sungai tersebut dapat pula dimanfaatkan untuk pengambilan air baku PDAM.

Kawasan Budidaya
Jenis penggunaan lahan/tanah di Kabupaten Musi Banyuasin dibedakan dalam 15 (lima belas) jenis penggunaan. Jenis penggunaan tanah yang penyebarannya paling luas berupa Hutan Primer dengan luas 535.421,57 Ha atau 37,53 % dari luas total Kabupaten Musi Banyuasin. Jenis penggunaan lahan lainnya yang penyebarannya cukup luas yaitu berupa kebun rakyat dengan 312.613,30 Ha atau 21,91 % dari luas kabupaten, selanjutnya perkebunan besar dengan 127.215,63Ha atau 8,92 % dari luas wilayah kabupaten disusul kebun campuran dengan 121.538,79 Ha atau 8,52 % dari luas wilayah Kabupaten Musi Banyuasin merupakan penggunaan terbesar ke empat. Sedangkan jenis penggunaan lahan/tanah lainnya penyebarannya relatif lebih kecil jika dibandingkan keempat penggunaan di atas.
Kawasan Lindung
Daya dukung lingkungan yang mempengaruhi pengembangan wilayah Kabupaten Musi Banyuasin kedepan adalah semakin luasnya kawasan tergenang yang diakibatkan tingginya erodibilitas (tingkat erosi) pada beberapa kawasan terutama sepanjang kanan kiri sungai yang dimanfaatkan materialnya untuk pembangunan melalui penambangan batu pasir
Semakin bertambahnya kawasan terbangun disepanjang bantaran sungai yang berdekatan dengan ruas jalan. Hal ini akan meningkatkan pula sedimentasi sungai di bagian hilirnya yang berakibat semakin berkurangnya kecukupan air permukaan untuk konsumsi domestic maupun irigasi terutama pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan dengan semakin banyaknya sedimentasi akan berpengaruh pada tidak dapatnya badan sungai menampung debit air yang diakibatkan meningkatnya curah hujan sehingga berakibat banjir atau genangan.
Perlu pula diperhatikan sekitar kawasan lindung dan kawasan suaka alam dari berbagai budidaya yang akan mengganggu habitat dan ekosistem kawasan. Dilihat dari kegiatan budidaya sekitar dua kawasan tersebut dimungkinkan adanya perubahan atau ekspansi ke dalam kawasan tersebut terutama ladang berpindah yang dilakukan suku pedalaman. Hal ini dapat mengakibatkan bertambah buruknya keseimbangan daya dukung lingkungan sehingga perlu dilakukan pengamanan-pengamanan kawasan lindung dan suaka alam agar sesuai dengan fungsinya.

III. Demografi
 
Jumlah Penduduk
Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2004 berjumlah 461.923 jiwa, kemudian jumlah tersebut meningkat  menjadi 475.973 jiwa  pada tahun 2005 atau meningkat 3 persen.
Dari jumlah penduduk 475.793 jiwa tersebut, terdapat 232.293 jiwa penduduk laki-laki dan 243.500 jiwa penduduk perempuan. Di kabupaten Musi Banyuasin jumlah penduduk perempuan  lebih besar dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Dari sebelas (11) Kecamatan yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin, Kecamatan Bayung Lincir merupakan Kecamatan yang jumlah penduduknya relatif banyak, kemudian jumlah penduduk relatif banyak lainnya terdapat di Kecamatan Sekayu, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Babat Toman.
  Jumlah Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2003 - 2005
No Kecamatan 2003 2004 2005
1 Babat Toman 62.707 65.559 46.075
2 Plakat Tinggi - - 19.514
3 Batanghari Leko 15.524 16.540 21.445
4 Sanga Desa 24.989 26.924 28.946
5 Sungai Keruh 33.981 52.991 32.024
6 Sekayu 63.764 34.313 70.071
7 Lais 51.457 65.010 53.16
8 Sungai Lilin 63.326 66.280 65.952
9 Keluang 23.157 23.758 26.097
10 Bayung Lencir 106.069 109.918 75.294
11 Lalan - - 37.215

J u m l a h 444.973 461.923 475.793
Sumber : Muba Dalam Angka Tahun 2003 s/d 2005


Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio
di Kabupaten Musi Banyuasin, Tahun 2005


No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Sex Ratio
1 Babat Toman 22.096 23.979 92,15
2 Plakat Tinggi 9.713 9.801 99.10
3 Batanghari Leko 9.458 11.987 78.90
4 Sanga Desa 14.169 14.777 78.90
5 Sungai Keruh 15.885 16.139 98.43
6 Sekayu 31.690 38.381 82.57
7 Lais 25.505 27.655 92.23
8 Sungai Lilin 33.179 32.773 101.24
9 Keluang 12.589 13.508 93.20
10 Bayung Lencir 38.364 36.930 103.88
11 Lalan 19.645 17.570 111.81

J u m l a h 232.293 243.500 95.40
Sumber : Muba Dalam Angka Tahun 2005
 
Kepadatan Penduduk
Bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun ternyata tidak diikuti dengan pemerataan penyebaran penduduk. Kabupaten Musi Banyuasin yang terdiri dari sebelas (11)  Kecamatan, konsentrasi penduduk sebanyak 15 % terpusat di Kecamatan Sekayu yang merupakan ibukota Kabupaten Musi Banyuasin, adapun luas Kecamatan Sekayu ini hanya 5 persen dari seluruh wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Kemudian, sebaliknya Kecamatan Bayung Lencir yang memiliki luas wlayah 40 persen dari  luas total Kabupaten Musi Banyuasin hanya dihuni oleh 16 persen pendduk saja. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi ketidak merataan atau menunjukkan tidak meratanya penyebaran penduduk.
Di Kabupaten Musi Banyuasin, kepadatan penduduk pada tahun 2005 adalah sebesar 33 jiwa per Km2. Dengan terpusatnya penduduk di Kecamatan Sekayu yang merupakan ibukota dari Kabupaten Musi banyuasin, maka Kecamatan ini merupakan Kecamatan yang cukup padat.
 
Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan
di Kabupaten Musi Banyuasin, Tahun 2005

No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (Km2)
1 Babat Toman 1.523,00 46.075 30
2 Plakat Tinggi 247.00 19.514 79
3 Batanghari Leko 2.107.79 21.445 10
4 Sanga Desa 317.00 28.946 91
5 Sungai Keruh 629.00 32.024 61
6 Sekayu 701.60 70.071 99
7 Lais 755.53 53.160 70
8 Sungai Lilin 885.28 65.952 74
9 Keluang 400.57 26.097 65
10 Bayung Lencir 5.668.19 75.294 13
11 Lalan 1.031.00 37.215 36

J u m l a h 14.265.96 475.793 33
Sumber : Muba Dalam Angka Tahun 2005
Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Musi Banyuasin ini ditentukan oleh perkembangan dan atau pertambahan jumlah penduduknya. Pada tahun 2004 pertumbuhan penduduk sebesar 3,81 persen dan pada tahun 2005 sebesar 3,00 persen. Dari perkembangan pertumbuhan penduduk beberapa tahun sebelumnya, diperoleh pertumbuhan penduduk rata-rata di Kabupaten Musi Banyuasin yakni 1,45 persen per tahun.
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Musi Banyuasin dengan rata-rata pertumbuhan 1,45 persen per tahun tersebut, masih tergolong relatif rendah. Pertumbuhan penduduk yang relatif rendah tersebut, harus dipertahankan dan dijaga agar tidak meningkat tajam. Kondisi ini berhubungan erat dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin rendah pertumbuhan penduduk, dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, maka masyarakat daerah tersebut akan semakin sejahtera. Dengan kata lain, persentase pertumbuhan penduduk harus lebih kecil dari persentase pertumbuhan ekonomi, agar kesejahteraan masyarakatnya meningkat.

Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2003-2005

No. Tahun Pertumbuhan Penduduk (%)
1 2003 -
2 2004 3.81
3 2005 3,00

 
IV. Perekonomian Daerah

PDRB

Nilai PDRB Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2005 Atas Dasar Harga Berlaku dengan migas adalah sebesar Rp. 16.962.368,- juta, nilai ini  mengalami peningkatan, jika dibandingkan  dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dengan migas tahun 2004 yang hanya mencapai Rp. 13.622.319  Juta. 
Sedangkan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tanpa migas pada tahun 2005 adalah sebasar Rp 5.032.206,- juta. Nilai ini mengalami peningkatan ,jika dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Menurut Lapangan  Usaha Atas Dasar Harga Berlaku tanpa migas Tahun 2004 yang hanya mencapai Rp 4.233.700,- Juta. PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Atas dasar Harga Berlaku, baik dengan migas maupun tanpa migas  dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Menurut Lapangan  Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2002-2005 (juta rupiah)


No. Lapangan Usaha 2002 r) 2003*) 2004**) 2005**)
1 Pertanian 1.233.731 1.395.411 1.682.735 1.990.997
2 Pertambangan dan Penggalian 7.023.265 7.718.187 9.510.886 12.060.858
3 Industri pengolahan 725.957 810.147 881.841 968.690
4 Listrik,Gas dan Air Bersih 2.474 3.428 3.902 4.700
5 Bangunan 259.704 324.709 415.985 540.045
6 Perdagangan, Hotel & Rest 499.70 542.709 592.053 687.547
7 Pengangkutan & Komunikasi 19.499 22.743 29.812 38.469
8 Keuangan,Persewaan & J.P 113.021 122.014 135.988 150.050
9 Jasa-Jasa 275.217 275.617 369.118 520.945

PDRB deangan Migas 10.152.568 11.215.235 13.622.319 16.962.398

PDRB tanpa Migas 3.229.453 3.606.255 4.233.700 5.032.206
Sumber : BPS, PDRB Kabupaten Muba 2004 dan Muba Dalam Angka Tahun 2005
Keterangan :   r)  = angka revisi
                      *)  = angka sementara
                    **)  = angka sangat sementara
Kemudian nilai PDRB Kabupaten Musi Banyuasin  Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan migas pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 9.982.326,- juta. Dibandingkan dengan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan migas   pada tahun 2004  mengalami peningkatan, yang  hanya mencapai Rp 9.964.481,- juta. Begitu juga dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 tanpa migas,  pada tahun 2005 PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 menunjukkan nilai sebesar Rp. 3.398.920,-  juta.
Dibandingkan dengan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 tanpa migas pada tahun 2004 mengalami peningkatan, yang hanya mencapai Rp. 3.174.910,-  juta. Perkembangan nlai PDRB Kabupaten Musi Banyuasin Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 ini sama hal nya dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat.
 
Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan angka sangat sementara dari kantor BPS Kabupaten Musi Banyuasin, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Musi Banyuasin Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000  dengan migas pada tahun 2005 adalah sebesar 2.95 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Atas dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan migas  pada tahun 2004, mengalamai penurunan, yang mencapai 4.71 persen. Pertumbuhan ekonomi Atas Dasar harga Konstan tahun 2000 tanpa migas pun demikian, pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000  tanpa migas adalah sebesar 8.04 persen, mengalami penurunan, dibandingkan pertumbuhan ekonomi Atas dasar Harga Konstan tahun 2000  tanpa migas tahun 2004 yang  mencapai 8.17 persen. 

Struktur Ekonomi


Struktur ekonomi dapat dilhat dari berbagai tinjauan. Dalam perekonomian Indonesia, struktur ekonomi dapat dibagi dalam empat tinjauan, yaitu secara makro sektoral (agraris, industri, atau perdagangan), secara keruangan (pedesaan/tradisional dan perkotaan/modern), berdasarkan pengambil keputusan  (sentralistik dan desentralisasi) dan secara politik ekonomis (estetis, kapitalis, egaliter). Umumnya, untuk melihat struktur ekonomi digunakan pendekatan secara makro sektoral.
Struktur ekonomi dapat menggambarkan kemajuan suatu daerah. Semakin maju perekonomian suatu daerah, maka kontribusi sektor primer cendrung mengalami penurunan sedangkan sektor sekunder dan sektor tersier menunjukkan peningkatan.  Secara makro sektoral (berdasarkan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB Atas dasar Harga Konstan tahun 2000 ), dengan migas, maka struktur ekonmi Kabupaten Musi Banyuasin dapat dikatagorikan sebagai perekonomian yang masih bersifat agraris, karena kontribusi sektor industri dan atau sektor perdagangan masih lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian. Dengan kata lain, sektor pertanian masih memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi sektor industri dan atau perdagangan. atau sektor lain.
 
Pendapatan Per kapita
Pertumbuhan ekonomi tidak hanya menunjukkan peningkatan produksi atau tingkat pendapatan secara makro, tetapi pertumbuhan ekonomi dapat juga menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan pendapatan per kapita masyarakat, atau dapat dikatakan bahwa dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk akan bisa dilihat peningkatan dalam pendistrbusian PDRB per kapita maupun pendapatan per kapita.
Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan  tahun 2000  dengan migas , pendapatan per kapita  masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2000 adalah sebesar Rp  17.513.941 ,- kemudian meningkat menjadi Rp 29.826.778 ,- pada tahun 2005. Begitu juga dengan pendapatan per kapita tanpa migas, dari tahun ke tahun pun mengalami peningkatan. 

V. Peta Administrasi Musi Banyuasin







































Sumber : Situs Resmi Pemkab MUBA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar